Saturday, November 11, 2017

ZAKAT

Aku berkenalan dengan praktik zakat, tidaklah  segera setelah aku mendapat pembelajaran tentang itu dari ustadz atau buku.  Entah apa yang menyebabkan aku masih ngeyel ketika itu. Nah, ketika aku diminta menjadi pengurus Lazis, cara pandangku berubah. Aku tidak saja harus membayar zakat tetapi juga mengajak orang lain membayar zakat.

"Bu Lisa, nanti ikut rapat Lazis ya", kuterima undangan rapat suatu sore, melalui telepon. Apa topik rapat aku tak tahu. Ternyata itu adalah rapat pembentukan pengurus baru. Dan aku ditunjuk sebagai salah satu pengurus. Tugasku? Menjadi penanggung jawab buletin Lazis yang terbit setiap dua bulan sekali.

 Entah apa yang menjadi dasar kuorum ketika itu memilih aku sebagai "tukang tulis menulis". Uniknya aku menerima jabatan itu dengan senang hati, tanpa berargumen sama sekali.

 "Gajiku" sebagai penulis, sekaligus editor, sekaligus mengurus  pencetakan, tidaklah sesuai dengan hiruk pikuk pekerjaan setiap dua bulan. Biasanya aku riweh dot com menjelang deadline. Mencari tulisan untuk di-copy paste (sesuai kaidah referensi),  mengedit tulisan yang masuk,  bahkan membuat tulisan sendiri. Oya, juga mencari foto foto kegiatan kami, untuk dimuat di buletin itu. Lelah, karena semua itu kukerjakan setelah jam kerja kantor. Tidak jarang aku harus  begadang. Dan reward yang kuterima Rp 50.000 satu tahun! Tetapi ternyata bukan itu yang kucari. Romantisme berorganisasi dengan saudara saudara seperjuangan, itulah yang membuat aku hidup  - punya sisi lain di samping dunia kerja.

Kami rutin berkumpul setiap bulan untuk membahas segala persoalan. Yang mengharukan  di setiap rapat  ada saja di antara di kami yang menyumbang makanan. Meskipun  dana penganan rapat juga tersedia.

Rapat, bahasannya segala rupa. Umumnya adalah membahas laporan penerimaan dan pengeluaran kas. Ada juga berbagi informasi tentang orang orang di sekitar kami,  pengurus,  yang membutuhkan bantuan. Permintaan bantuan ada juga yang datang secara resmi melalui surat, misalnya dari panti yatim. Di rapat itu diputuskan jumlah yang akan diberikan. Rapat juga membahas program kerja yang akan dilaksanakan.

Program kerja utama kami adalah kegiatan Ramadhan dan Idul Adha. Ada satu acara utama  di malam  Ramadhan yaitu buka puasa  bersama anak yatim. Namun yang hadir pada acara itu juga pegawai di Gedung Pos Ibukota yang bekerja sampai malam ketika hari diselenggarakannya acara itu. Di samping itu beberapa pejabat di Regional Jakarta juga  diundang.

Pengalaman yang selalu kuingat adalah bagaimana kami harus belanja sembako hingga tengah malam di Carefour Cempaka Mas Jakarta.  Saking banyaknya, jumlahnya satu mobil pick up. Keesokan harinya sepulang kerja, kami mengemas sembako ke dalam tas plastik. Maksudnya itu sebagai bingkisan lebaran untuk anak yatim yang diundang pada acara buka puasa bersama. Acara bungkus membungkus itu juga berlangsung hingga tengah malam. Total bingkisan seingatku mencapai 500 paket dengan berat minimal sekitar 5 kg (ada gula, margarin, minyak goreng, tepung, kue kaleng, dan sirup).  Dasar kami adalah pekerja sosial dalam lembaga Lazis, kegiatan melelahkan tersebut justru menjadi ajang bercanda ria.

Romantisme lain yang aku alami adalah mengikuti acara wisata rohani. Kami pergi ke daerah sekitar  Bogor, yang berhawa  sejuk dan menyewa villa murah (seingatku tanpa  air panas untuk mandi). Untuk menghemat pengeluaran kami membawa tukang masak dan bahan makanan dari Jakarta. Walau berlibur dengan dana seadanya, kami tetap gelak tertawa. Dan yang utama, acara wisata itu diisi dengan beberapa session tausiyah, sholat malam bersama dan muhasabah.

Sekarang aku sudah pindah ke Kantor Pusat di Bandung. Akupun menjadi pengurus Lazis. Tetapi ruh dan semangat berorganisasi  yang kurasa tidak sehangat ketika aku di Lazis Jakarta. Kemana saudara saudaraku yang dulu kami satu barisan? Aku kangen gelak tawa mereka. Terima kasih Allah. Dengan menjadi pengurus Lazis aku jadi mempraktikkan zakat.

Jakarta,  7 Oktober 2015, sambil menunggu rapat.
Lisa Tinaria

No comments:

Post a Comment