Sunday, November 12, 2017

SAHABAT SEJATI

Panduanku tetaplah ini: seorang sahabat sejati akan bertanya kepada Allah nanti, di mana sahabatnya yang sama sama berjuang dalam ketakwaan. Kriteria itu bisa aku lihat pada sahabatku, dan tentu saja bisa dipertanyakan kepada diriku sendiri.

Betapa sulitnya menerapkan kriteria itu dalam kehidupan sehari hari dapat dilihat dalam praktik kecil pertemanan. Apakah aku berani memberikan masukan kepada sohibku terhadap sesuatu yang tidak disukai Allah? Jangan jangan aku ini hanya sebagai tempat dia curhat plus sebagai "kompor" yang memanas manasi kejengkelannya terhadap seseorang.

Sedangkan dari sisi para sahabatku,  aku bersyukur dipertemukan dengan manusia sekwalitas mereka.  Para sahabatku umumnya orang orang yang aku sudah berteman dengan mereka dalam hitungan minimal dua puluh tahun. Mereka merupakan teman SMA. teman kuliah dan teman sesama angkatan di Pos. Mereka tinggal menyebar di Padang, Jakarta, Bekasi dan Bandung. Walau jarang bertemu. kami tetap saling curhat. Khusus untuk seorang teman yang tinggal di Padang, dia biasa menemaniku hingga larut malam, bercerita.

Soal topik pembicaraan kami, nah ini yang menarik, berubah seiring merambat naiknya usia. Kami beberapa tahun belakangan mulai menyadari,  "Ternyata kita ini sudah tua ya, Lisa". Aku nyengir saja ketika seorang temanku menyebut itu beberapa tahun lalu.

"Kakiku sudah mulai sakit sakit" katanya menambahkan. Aku pun akhirnya menyadari "kurangnya pelumas di lutut" tiga tahun belakangan.

"Rasanya singkat sekali ya , Sa, hidup ini" kata sohibku yang di Bekasi. "Baru kemarin rasanya si Dedek masuk TK. Ee....sekarang dia sedang nyari tempat kuliah yang cocok".

"Lisa, bagaimana kabar Papa?" seorang bertanya di telepon. " Yang sabar ya Sa, menghadapi orang tua". Begitulah nasehatnya.

"Lisa, gimana si doi?" Aku tak pernah marah jika mereka menanyakan itu.  "Tetap berprasangka baik kepada Allah, ya." Itu selalu doa mereka.

Ada yang unik dari salah satu sahabatku. "Lisa, kayaknya aku nggak perlu merasa kehilangan seorang kawan di kantorku yang kerjanya tukang mark up, bikin laporan proyek palsu, dan penjilat". Dia memakai bahasa yang lugas saking kesalnya pada seorang koleganya.

"Jangan sampai aku jadi saksi di KPK, atau apalah, gara gara nomor teleponku ada di hp_nya". Katanya dengan suara tinggi.

"Bagiku, sahabat yang sedikit, lebih bermakna" katanya mantap.

Itulah mereka para sahabatku yang akan bertanya kepada Allah nanti, di mana aku.

(Kukirim khusus sebagai hadiah bagi salah seorang sahabatku: Ibu Penas Tuti)

Bandung, 19 September 2015
Lisa Tinaria

No comments:

Post a Comment