Sunday, November 12, 2017

WARUNG TEGAL

Apakah sebuah nama makanan, harus diberi tambahan nama daerah, agar penjualannya sukses? Tampaknya demikian. Cobalah perhatikan nama makanan berikut: nasi Padang, dawet ayu Banjarnegara, lontong Medan, warung Tegal, mpek mpek Palembang.

Mengapa harus diberi tambahan nama tempat, tak jelas alasannya. Yang lebih ironis lagi, kata-kata "nasi Padang" tidak ada di Padang. Yang ada adalah "Rumah Makan Palapa" atau nama sejenis itu yang tidak memakai kata tempat. Sama halnya dengan lontong Medan. Yang ada di Medan sana adalah "Lontong Lisa" misalnya, untuk menyebut nama pemiliknya. Di Palembang pun yang paling terkenal adalah mpek mpek Candy.

Apakah menyebutkan nama tempat itu, terkesan lebih prestisius? Mungkin juga. Ada kesan bahwa makanan itu datang dari jauh, bukan asli daerah setempat. Jika seseorang mengkonsumsi makanan dari daerah lain, besar kemungkinan dia sudah mengunjungi daerah itu. Maklumlah mengunjungi suatu tempat di luar tempat domisili, dalam arti melakukan traveling, termasuk hal yang bergengsi. Coblah lihat foto-fota di fb atau di display picture BBM atau WA.

Kembali ke nama tadi, warung Tegal dan nasi Padang adalah dua nama yang bersaing ketat. Hampir di setiap sudut jalan kota-kota besar di negeri ini, bisa ditemukan nama itu. Apa sebab kedua nama itu begitu populer? Konon kabarnya karena kedua kelompok etnik pencipta makanan itu yaitu orang awak dan orang Tegal, adalah para perantau tangguh. Di mana mereka menempati tempat baru, kemungkinan besar mereka akan membuka warung nasi atau rumah makan dengan selera mereka.

Pasar yang disasar kedua brand itu agak berbeda. Warung nasi Padang umumnya mempunyai target market, masyarakat kelas menengah. Sedangkan warung Tegal, menyasar kelas menengah bawah.

Karena konsumennya kelas bawah, maka umumnya tampilan warteg, singkatan warung Tegal, biasanya berupa warung sempit, dengan bangunan non permanen. Perabotnya seadanya. Paling sering adalah meja panjang dengan bangku panjang yang terbuat dari kayu. Menu makanannya sederhana. Kebanyakan menunya adalah menu rumahan yang pembuatannya simpel. Tumis ini itu, sering disajikan. Berbeda dengan rendang dan gulai, yang menjadi menu utama rumah makan Padang, yang nota bene memasaknya susah dan lama.

Namun ada sebuah warteg di daerah Tebet Jakarta Selatan yang terkenal dengan mahalnya. Yang makan di sana pun konon para artis. Apa penyebabnya? Kemungkinan karena warung ini buka 24 jam. Dengan shift yang panjang, biaya tenaga kerja malam hari, biasanya lebih mahal. Nah, warung ini sangat menolong para pencinta dugem - konon juga `pekerja malam` - yang pulang dini hari. Begitu kabarnya.

Bandung, 21 04 2016
Lisa Tinaria

No comments:

Post a Comment