Sunday, November 12, 2017

NAIK OJEK

"Ada Betadine nggak Nun?" Begitu memasuki pintu kantor, Nia langsung bertanya, kepada orang yang paling dekat dengan pintu itu , yaitu aku. Aku sedang memelototi mesin absen yang ngadat.

"Untuk apa?"

"Ini" Nia meringis menunjukkan jari tangannya, lebih tepat jari kelinglingnya, ke mukaku.

"Ha?!" Perhatianku terloncat dari mesin absen itu. Kuku pada jari kelingking itu itu seperti terdongkrak dari tempat menempelnya. Hampir lepas. Darah mengucur di sela jari kelingking itu. "Koq bisa begini?!" Suaraku langsung tinggi, nyaris memekik, mengakibatkan teman teman lain di ruangan besar kamI, mengarah kepada Nuni dan Nia.

"Coba cari ke ruang sekretariat". Tiba-tiba bos Nuni dan Nia sudah berdiri di antara mereka. Suara berwibawa itu otomatis menggerakkan seorang di antara kerumunan itu berjalan cepat ke lantai bawah. "Duduk dulu Nia", Pak Untung mencoba menenangkan Nia juga para penonton. "Kenapa ini?"

"Tangan saya...eh, kelingking saya tersenggol, entah stang motor lain, entah mobil. Saya duduk model cowok, dan tangan saya taruh di lutut. Tiba-tiba kelingking kiri saya sakit bukan main. Sudah berdarah. Luka ternyata". Nia menunduk lesu setelah menyelesaikan ceritanya. Tangannya yang satu lagi mengeluarkan tisu dari tasnya dan mengusap butiran keringat di keningnya.

"Sebaiknya dibawa ke IGD saja". Pak Untung berubah pikiran begitu Betadine datang. "Tampaknya harus disayat. Kuku itu harus dicopot".

Nia menatap Pak Untung, pasrah. Betul, kuku yang menggantung tak beres itu harus dilepaskan. Jika tidak, sakitnya yang berdenyut sampai ke kepalanya, tak akan hilang. Tambah pula kuku itu tak mungkin "ditanam" lagi.

"Hayo, Pak Oman, antar Nia ke rumah sakit terdekat. Siapa yang akan menemani?" Pak Untung memerintahkan sopirnya.

"Saya ikut ke rumah sakit". Nuni berinisiatif terlebih dahulu. Diikuti oleh Cherry. Berempat dengan Pak Oman, mereka ke rumah sakit.

"Biasanya kamu kan naik bajaj dari stasiun kota". Nuni memulai pembicaraan ketika mereka sudah di mobil.

"Aku naik ojek hari ini, biar tidak telat ke kantor. Tadi aku berangkat agak siang". Nia menjelaskan. Suaranya lirih, dengan kepala bersender pada bahu Nuni. Matanya terpejam, bukan karena mengantuk. Sesekali wajahnya meringis.

"Ya Allah, ampuni Nia, dan berikan kesabaran kepadanya dalam menghadapi musibah ini. Dia sudah berusaha datang ke kantor tepat waktu, dengan naik ojek,  namun Engkau berkendak lain". Nuni melantunkan doa untuk sahabatnya.

Bandung, 16 04 2016
Lisa Tinaria

No comments:

Post a Comment