Sunday, November 12, 2017

LURUS DAN BERGELOMBANG

"Maunya apa sih?" Roni masuk ruang kerjanya dengan bersungut sungut, pagi itu.

"Siapa?" Andi otomatis menghentikan ketikannya di komputer.

"Aaa..kh, gak tau lah" Roni gusar mengacak acak rambutnya yang cocok jadi iklan shampo cowok. Wajah tampannya juga menunjang, jika dia mau.

Pagi ini Roni bertemu lagi dengan dia, di tangga naik ke lantai dua kantornya. Hampir bertumburan malah di belokan tangga. Rasanya Roni cukup hati hati menaiki tangga itu. Dia mengambil jalur agak ke kiri mendekati railing tangga.

Tiba tiba, "Eh, Mas Roni". Di depan Roni berdiri dia dengan jarak hanya sejengkal. Roni hampir terjengkang -bisa terguling ke bagian bawah tangga- jika tidak refleks memegang railing tangga. Badannya otomatis terdesak ke tepi tangga, dengan wajah kaget sekaligus bingung. Sebaliknya wajah di depannya tersipu malu. Tidak. Itu  senyum menggoda. "Iiihhh...Mas Roni, jangan numbur saya dong. Hati hati!" Suara itu dibuat semendayu mungkin. Roni cepat mengambil langkah ke kanan tangga dan berlalu tanpa sepatah kata pun. Dia ingin  muntah!

Sepanjang pagi itu Roni lebih banyak diam. Andi sohibnya melihat gelagat itu. "Ron, sudah adzan tuh. Ayo kita ke mushalla di bawah. Selesai sholat kita makan di kantin. Kamu gak puasa kan?"

Beriringan keduanya menuruni tangga kantor. Dan kejadian bertumburan seperti tadi pagi hampir terjadi. Kali ini sang penyerang merangsek dari tangga bagian bawah. Untungnya Roni bisa berlindung di belakang badan Andi.

"Itulah yang membuat aku muak tadi pagi. Tampak banget, sengaja menumburku". Akhirnya keluar juga curhat Roni.

"Seharusnya kamu bersyukur ada yang mau menumbur kamu". Andi tertawa ngakak. Wajah Roni merah padam mengingat peristiwa hampir bertumburan yang terjadi beberapa kali, juga karena ledekan sahabatnya.

Selesai sholat, Andi mencoba mengungkit "kecelakaan" yang beberapa kali dialami Roni.

"Nggak ada salahnya kamu pedekate. Dia udah ngebet gitu, masa nggak diterima". Kali ini Andi tidak berani menggoda temannya yang terkenal di antara  para gadis di kantor itu sebagai si tampan yang dingin. "Cantik, ceria, apalagi...hhmm". Andi tidak melanjutkan.

"Cantik?" kening Roni berkerut. "Tidak berhijab?" Roni melengos. Dikunyahnya suapan terakhirnya dengan geraham beradu, berbunyi. Geram. "Ceria? Lebih tepatnya centil mungkin!" Roni mencibir.

"Lantas kriteriamu seperti apa?"

"Tiga bulan ini, seingatku sudah tiga kali dia ganti model rambut. Pernah dipotong model bob, dengan poni. Lalu direbonding.  Rambutnya jadi lurus, kelihatan tipis. Persis kayak orang sakit tipus!"

"Haha..." Andi geli melihat mimik Roni dalam bercerita. "Jangan mencela. Nanti kebalikannya. Bisa jatuh cintrong. Haha...".

"Terakhir tadi. Ini yang membuat aku benar-benar kaget. Dia membuat rambutnya bergelombang, model shaggy, lalu diwarnai pirang!" Suara Roni agak meninggi. Untunglah tak banyak orang di kantin kantor itu.

Andi berusaha menahan tawanya, tetapi akhirnya meledak juga ketika kebencian Roni terungkap senyatanya dengan kalimat "Koyo londo ireng!"

"Jadi maunya apa sih dengan rambutnya itu !!??" Roni memegang keningnya yang senut-senut.

Bandung, 22 03 2016
Lisa Tinaria

No comments:

Post a Comment