Saturday, November 11, 2017

UANG KEMBALIAN

Jaman sekarang, supermarket sudah tidak berani mengembalikan uang pelanggan dalam bentuk permen. Bisa kena semprit YLKI. Tidak hanya itu, ternyata mengembalikan uang konsumen dalam bentuk permen, bisa terancam hukuman pidana. Dasar hukumnya adalah UU Konsumen yang intinya menyatakan adanya transaksi yang menimbulkan gangguan atau ketidaknyamanan psikis pada pembeli,  yang dilakukan oleh penjual. Dasar hukum lain adalah UU BI yang menyatakan  bahwa uang resmi yang dipakai di wilayah NKRI adalah uang rupiah. Ternyata masalah uang kembali dalam bentuk permen tidaklah sesederhana yang dikira masyarakat umumnya.

Dulu, sebelum UU konsumen dan UU BI disahkan (keduanya disahkan tahun 1999), praktik mengganti uang receh kembalian, dengan permen banyak terjadi. Sebagian masyarakat, menerimanya, tidak mempermasalahkannya.

"Ah, hanya permen, ini", seperti seorang teman berkomentar. " Hanya 200 perak".

Tetapi ada juga yang menerimanya sambil menggerutu. Soalnya tidak semua orang suka permen.

 "Aku kan gak makan permen.  Gak suka permen. Tambah lagi aku gak membeli dan  gak minta permen". Ini komentar adikku.

Tetapi yang lebih ironis terjadi ketika aku masih  bekerja sebagai supervisor di Kantor Pos. Ketika itu ada instruksi tak tertulis dari Kepala Kantor untuk memberikan uang kembalian kepada pelanggan, berupa barang barang produksi Pos. Apa itu? Amplop, kartu pos, kartu weselpos (ketika itu masih dinilai rupiahnya). Untuk mempraktikkan "mata uang Pos" itu, maka setiap petugas di loket, dibekali barang barang itu. Jadi petugas surat kilat khusus, punya stock amplop, kartu pos dan kartu wesel.

Jika ingat kejadian belasan tahun lalu itu aku hanya bisa tersenyum miris sambil garuk garuk kepala. Untungnya UU Konsumen dan UU BI belum ada. Tetapi koq ya sampai sebegitunya "semangat" dalam berbisnis.

Bandung, 16 04 2016
Orang Pos, Lisa Tinaria

No comments:

Post a Comment