Monday, November 13, 2017

BEMO POS

"Teman teman, aku share ya. Ada lomba merancang tas pengantar". Itulah chat dari seorang teman di grup angkatan di PT Pos tempat Arum bekerja. Sumber resmi lomba itu belum disebut. Beberapa hari kemudian di meja kerja Arum terdapat sebuah surat yang memuat pengumuman resmi tentang lomba tersebut.

Lagi lagi ini adalah sebuah gebrakan dari Pak Gilarsi, Dirut PT Pos Indonesia. Lomba tersebut berlatar belakang bahwa kiriman yang diterima PT Pos sudah berkembang dari surat ke small parcell. Sehingga fasilitas untuk delivery perlu dimodifikasi. Saat ini tas pengantar adalah berupa  tas terpal yang disampirkan di kanan kiri jok motor pengantar. Muatannya terbatas hanya untuk surat. Jika harus mengangkut paket, maka tas itu tidak memadai. Akhirnya paket kecil besar diantar dengan mobil mini box.

"Bagaimana kalau mobil untuk mengantar paket dimodifikasi menjadi seperti ini?" Teman Arum yang kaya ide ini kemudian meng-upload sketsa sebuah kendaraan kecil. Ini adalah chat berikutnya soal pernak pernik pengantaran. Belum ada tanda tanda dari manajemen bahwa disain  kendaraan pengantar paket akan diperlombakan pula.

"Man teman, kendaraan pengantar paket yang dipakai saat ini adalah mini van atau mini box. Sebenarnya kendaraan ini banyak idle space-nya, jika yang diantar adalah small parcel. Ingat sasaran kita adalah pedagang online yang berat barang kirimannya antara dua sampai lima kilo. Dengan ukuran paket seperti kotak sepatu, bukan sebesar kardus rokok." Analisis temanku yang malang melintang di area operasi ini, benar adanya. "Untuk apa kita pakai mobil seperti Grand Max atau T120.  Lebih baik memakai kendaraan kecil."

Kendaraan yang dia maksud adalah seperti bemo. "Aku punya ide, Pos memakai kendaraan sejenis bemo atau bajaj untuk mengantar small parcel. Lebih efisien karena pemakaian space,  optimal. Mudah masuk ke gang yang tidak bisa dimasuki mobil. Banyak gang tidak bisa dimasuki bahkan oleh city car. Harga kendaraan ini jauh lebih murah daripada kendaraan roda empat. Kendaraan ini juga mudah bermanuver di gang sempit."

"Boleh juga tuh idemu. Sudah disampaikan kah ke Direksi?" tanggapan seorang anggota grup.

Arum menyimak antusias diskusi tentang kendaraan itu. Dia agak setuju dengan bemo atau bajaj itu. Tetapi dia ingat suatu kejadian di Jakarta beberapa tahun lalu. Ceritanya dia dapat dari seorang teman lain, bukan dari temannya langsung yang mengalami kejadian ini.

"Eh, tahu nggak kalau beberapa hari lalu Bu Eni kecelakan ketika naik bajaj."

"Kecelakaan bagaimana?" Arum kaget.

"Bajaj yang ditumpanginya miring dan tergolek ketika berbelok dengan kencang di daerah Sabang."

"Ha!?" Arum ternganga.

Kembali kepada analisis teman di grup tadi, tentang keunggulan bemo atau bajaj dalam bermanuver. Arum jadi ragu dengan efektifitas dan efisiensi kendaraan roda tiga itu. Bukankah bemo atau bajaj itu akan dimuati banyak paket, sehingga spacenya tak bersisa? Mungkin sampai ke langit langit atapnya.  Dalam kondisi penuh dan berat seperti itu, masihkah si bemo bisa melaju kencang? Lebih khusus lagi bagaimana ketika dia berbelok. Jangan jangan akan semakin banyak komplain kepada PT Pos gara gara kiriman rusak akibat si bemo terjengkang. Arum hanya menyimpan argumen itu di kepalanya. Tidak berani berkomentar di grup.

Bandung, 07 03 2016
Lisa Tinaria

No comments:

Post a Comment