Saturday, November 11, 2017

DI ANTARA DUA PILIHAN - Kandang Babi

"We cannot live in pigpen" (kita tidak bisa hidup di kandang babi), begitu kesimpulan dari pembicara tamu dalam sebuah Oprah Show. Nunik berkerut kening juga mendengar perumpamaan yang dimengertinya itu. Sampai sebegitu kesalnya si pembicara sehingga mengungkapkan statement yang agak kasar itu? Oprah kelihatan mengangguk anggukan kepala menunjukkan persetujuannya atas wejangan sang tamu.

Bahasan dalam acara Oprah ketika itu adalah bagaimana cara menata kehidupan dalam sebuah rumah tangga dilihat dari perspektif barang barang yang ada dalam sebuah rumah. Kunci katanya adalah "menata hidup" bukan "menata rumah". Nunik tak beranjak dari kursinya demi menyelesaikan tontotan itu. "Ini gue banget" batinnya dalam hati.

Permasalahannya dimulai ketika sebuah keluarga hidup dalam sebuah rumah secara bersesakan sehingga tidak ada space lagi bagi anggota keluarga itu untuk berkumpul secara face to face, secara rutin, setiap hari. Rumah mereka bukanlah tipe kecil untuk ukuran Amerika. Keluarga yang digambarkan di acara itu adalah keluarga menengah dengan mobil keluarga dan rumah dengan halaman rumput di depannya.

Si konsultan rumah tangga atau konsultan belanja atau konsultan barang barang, entah apa dia pas disebut memasuki rumah yang dijadikan objek. Dia menunjuk ini itu barang barang di setiap sudut rumah. Di atas lemari yang sudah tinggi besar masih ada kardus kardus. Di bawah kitchen set, penuh dengan peralatan masak dan peralatan makan yang entah dipakai entah tidak. Di ruang tidur anak, mainan berserakan. Di garasi jangan ditanya. Semua peralatan pertukangan dan perbengkelan ada di situ. Sambil menunjuk nunjuk dia bertanya kepada sang empunya rumah "What is it for?" atau "Why do you buy this". Si Ibu menjawab terbata bata. Bingung. Sang suami bungkam, karena dia tak tahu jawabnya.

Adegan berikutnya sungguh menakjubkan bagi Nunik. Keluarga itu -  bapak, ibu dan anak anak - disuruh oleh sang konsultan untuk memilih barang barang di antara milik mereka, yang tidak akan dipakai lagi atau jarang dipakai. Dan apa yang terjadi? Berkardus kardus barang, centang perenang diletakkan di halaman rumput di depan rumah. Rupanya halaman rumput itu tak cukup luas sehingga, barang barang diletakkan di trotoar.

"Can you see" kata si pembicara menunjuk tumpukan barang di depan rumah. Keluarga yang sedang jadi tontonan itu hanya diam, semakin ciut.
Tak berapa lama kemudian datang sebuah mobil yang menurut keterangan Oprah adalah mobil dari organinasi charity, semacam organisasi sosial yang menyalurkan barang barang bekas layak pakai.

Sekarang shot beralih ke dalam rumah. Lagi lagi membuat Nunik ternganga. Rumah itu menjadi lapang, lebih terang, dengan udara lebih mengalir. Keluarga yang jadi "terdakwa" itu sekarang duduk bersama di ruang keluarga dengan wajah lebih cerah. Mereka ditanyai perasaan mereka tentang suasana baru rumah mereka. Semua memberi komentar dengan senyum.

"Demikianlah pemirsa. Kita sering kali tidak mampu memilih ketika belanja. Mana yang dibutuhkan mana yang diinginkan. Setelah barang barang menumpuk, kita juga merasa sayang untuk membuang barang yang sudah tidak kita pakai. Padahal barang barang yang banyak itu telah menyita tempat di rumah Anda. Membuat sumpek, sesak, dan menganggu hubungan dalam keluarga. Tidak perlu ragu apakah akan mempertahankan atau membuang barang. Tetapkan pilihan. Buang atau serahkan barang barang yang jarang atau tak terpakai kepada orang yang membutuhkan. Manusia tidak bisa hidup di kandang babi." Sang pembicara menutup penjelasannya dengan kata kata tegas.

Nunik memasuki kamarnya yang seperti kapal pecah. Di atas lemari ada koper penuh berisi baju. Di salah satu  sudut terdapat tiga kardus bekas kardus rokok. Di bawah tempat tidurnya penuh berjejer kardus bekas mie instan. Di sudut lain tersusun tinggi kotak sepatu. Gantungan bajunya di dinding diganduli beberapa baju dan jaket serta topi. "Aku tak mau hidup di kandang babi". Nunik membatin. Akhirnya sampai juga dia pada  keputusan untuk menyerahkan sebagian barang barang itu ke Mbok Yah.

Bandung, 08 01 2016 -  Lisa Tinaria

No comments:

Post a Comment