Sunday, November 12, 2017

BARANG LAMA

Ibu penjual kue itu menjumput kain baju di bagian lengan kirinya dengan tangan kanannya, kemudian menggoyangkan jumputannya itu. Wajahnya sumringah melihat kepadaku. Gerakan itu ditujukan untukku, ketika aku berjalan cepat di depannya, menuju kantor. Pesan tersirat dari gerakan dan senyum itu "Terima kasih ya. Baju pemberianmu sekarang kupakai". Aku membalas senyum itu dengan senyum tak kalah lebar, sambil mengacungkan jempol kananku.

"Rumi, sedang apa?" Tiba - tiba Vivi sudah melongok di pintu kamarku. "Seperti kapal pecah" katanya sekenanya mengomentari kamarku sambil tersenyum.

"Sudah tidak muat di lemari". Aku berkacak pinggang di depan lemari pakaian yang terbuka. Lemari itu padat terisi lipatan baju yang rapi. Ada juga lipatan seprei, sarung dan  mukena. Tak ketinggalan lipatan jilbab. Sebagian lemari dipakai untuk menggantung baju. Itu pun sudah sesak, sehingga susah untuk menggeser baju yang tergantung itu.

"Lalu yang ini akan dikemanakan?" Vivi menunjuk pada baju yang terletak sembarangan di lantai.

"Mau disedekahkan", jawabku sambil mengusap peluh di keningku. "Kepada siapa baiknya ya?"

Vivi diam saja. Dia baru sebulan bergabung satu kos denganku. Belum kenal lingkungan. Aku maklum kondisi Vivi. Sampailah aku ingat pada ibu penjual kue, yang mangkal di depan gang rumah kos kami.

Setiap hari Vivi dan aku melewati meja pajangnya. Setiap hari pula dia akan menyapa kami. "Lho...agak kesiangan?" suaranya agak tinggi mengomentari jalan kami yang terbirit birit menuju kantor. Lain hari dia akan beretorika "Berangkat ya?" Minimal dia akan melempar senyum lebar kepada kami, sambil mengangguk dan kami jawab dengan senyum juga. Ibu penjual kue - sampai saat ini aku tak tahu namanya - ada kalanya berjualan didampingi anak perempuannya.

Teringat anak perempuannya itulah, pertanyaan Vivi bisa kujawab. Badannya tampaknya sebesar badanku. Baju - bajuku yang sekantong besar bisa diserahkan kepadanya. Beberapa bajuku ada yang kebesaran dan di antaranya ada yang berbahan kaos dan strech. Ini tampaknya bisa untuk sang ibu, yang berbadan lebih berisi.

Suatu pagi, ketika berangkat ke kantor, sampai juga akhirnya kantong kresek berisi baju ke tangan si ibu. Kantong itu sudah sebulan terletak di bawah meja di kamarku.  Seperti biasa ibu penjual kue memamerkan senyum lebar kepadaku dengan ucapan terima kasih yang takzim. Baju lama yang menyesaki lemariku, sekarang menjadi bermakna baginya.

Bansung, 03 04 2016
Lisa Tinaria

No comments:

Post a Comment