Monday, November 13, 2017

KIPAS ANGIN

"Nik, tolong hidupkan dong kipas angin". Zainal yang baru saja selesai makan malam terduduk kekenyangan di lantai. Pasangan muda beranak satu itu baru saja menyelesaikan makan malam dengan menu  yang membuat Zainal lupa diri: goreng balado ikan asin sepat.
Lauk yang pedas dan nasi panas mengepul benar benar membuat Zainal bersimbah peluh. "Seperti habis mbecak" kata Karto, sohib yang sering mengenyek Zainal kalau sedang makan bersama. Rumah petak yang memang  hanya berupa sepetak kamar dan cuaca Jakarta yang pengap tak berangin, semakin membuat gerah suasana. Sekarang Zainal bertelanjang dada. Kaos oblong yang dipakainya dilempar-kannya sembarangan ke sudut kamar petakan berukuran 3x4 meter itu.

"Coba Nik, kipas anginnya dipercepat". Kipas angin berbentuk baling baling helikopter yang digantung di langit langit kamar belum mampu mendingin-kan Zainal. Nunik menambah kecepatan kipas angin yang berwarna hijau dan terbuat dari plastik tipis itu. Pada kecepatan 1, kipas angin itu mengeluarkan bunyi yang wajar. Pada kecepatan dua, kipas angin itu mulai mengeluarkan bunyi "ngik, ngik".

"Udah nangis tuh Bang, kipas anginnya", Nunik nyelutuk sambil melihat pada anak mereka yang baru berumur satu tahun. Sang anak tertidur di atas kasur tipis tepat di bawah kipas angin helikopter. "Jangan sampai Rio masuk angin Bang".

"Panas banget. Mau hujan mungkin". Zainal memperkuat usahanya dengan mengipaskan koran bekas bungkus belanja Nunik. Sedangkan Nunik mengipasi dirinya dengan kipas tukang sate.

Yang kepanasan tidak hanya Zainal. Lingkungan rumah petak yang padat itu sekarang seperti dikerubungi laron. Para penghuninya tidak bisa bertahan di dalam rumah. Kebanyakan mereka duduk duduk di emperan depan petak masing masing. Celoteh terdengar di setiap sudut. Sesekali terdengar tawa ngakak. Di petak ujung terdengar lagu dangdut "Sakitnya tu di sini". Suasana belum bisa mengantar para penghuni untuk tidur. Panas sekaligus berisik.

Hari semakin malam. Zainal yang sedari tadi hanya di dalam rumah, sebenarnya ingin tidur lebih cepat. Dia tak ingin bergabung dengan penghuni petak lain. Tetapi udara yang panas dan suara di luar membuatnya tak bisa tidur.

"Nik, tambah lagi kecepatan kipas anginnya". Zainal mulai bergolek di dekat anaknya.

"Bang, ingat anak kita. Kalau dia sakit gara gara kipas angin, kita juga yang repot". Nunik mulai tidak setuju. Dirinya sendiri kepanasan. Tetapi dia tak ingin kipas diperkencang dengan konsek-wensi anaknya semakin terkena angin. Sementara kipas angin di kamar tidur itu tidak bisa disetel arahnya. Nunik tak mau beranjak dari duduknya.

Zainal tak ingin menjadikan malam panas itu tambah panas karena pertengkaran dengan istrinya. Dengan malas dia akhirnya berdiri dan menyetel sendiri knob kipas di dinding. Panah di knob itu mengarah angka 3 sekarang.
Angin semakin kencang keluar dari kipas angin itu. Zainal tampak puas, kemudian melanjutkan berbaring. Nunik yang masih duduk, melengos, bersungut "Dasar egois".

Angin kencang itu sekarang diiringi dengan bungi "ngik, ngik" yang lebih kencang. Nunik bingung. Suara kipas angin  itu jelas membuat suana tambah berisik tetapi koq suaminya malah mulai menguap lebar, dan mulai menutup mata.Suara "ngik ngik" sekarang bertambah dengan suara "krek krek" seperti bunyi roda yang tak diminyaki. Nunik masih terduduk demi "menikmati" segala bunyi itu. Ada rasa kesal bercampur iri di hatinya ketika sekarang dia mendengar suaminya mulai mendengkur.

"Kumatikan saja lah kipas angin berisik ini" batinnya. Tetapi sungguh, tanpa kipas angin, panas tak akan tertahankan di rumah petak yang sumpek itu. "Dijadikan satu saja lah kecepatannya agar tidak terlalu ribut". Nunik melihat pada suaminya yang memang tahan angin karena berkerja sebagai sopir metromini. Dilihatnya anaknya Rio yang rambutnya tampak melayang tertiup kipas angin. "Dia mulai merasa dingin", hati Nunik bergumam. Ketika terjadi perdebatan batin tersebut, tiba tiba sebuah benda hijau jatuh dan menimpa muka suaminya.

"Aa..kh..kh",  Zainal bangun  sambil mengerang. Nunik kaget mendengar keluh suaminya itu. Tetapi yang membuat dia lebih terkejut lagi adalah melihat bahwa barang yang jatuh itu adalah kipas angin. Dan jatuhnya tepat di muka Zainal!

Bandung, 08 03 2016
Lisa Tinaria

No comments:

Post a Comment