Monday, November 13, 2017

INGIN LIBURAN

Hari-hari lelah kami akhirnya berakhir juga dengan diterimanya secara resmi hasil audit laporan keuangan oleh Direksi. Penerimaan secara resmi tidak terjadi dengan mulus, melainkan melalui debat yang panjang.  Diskusi yang alot pada dasarnya terjadi mulai dari tingkat pelaksana atau penyaji data, manajer, kepala divisi, sampai ke level direksi. Rapat-rapat tidak jarang diwarnai suasana tegang. Intinya, proses audit, melelahkan.

"Risa, suamiku tadi menelepon. Katanya Ferdi anakku, demam". Eva kelihatan menerawang. Untuk sementara Eva tinggal  berjauhan dari suami dan anak-anaknya yang masih di Surabaya. Kepindahan Eva ke kantor di Bandung, tidaklah tepat dengan masa liburan anak sekolah. Agar tidak mengganggu sekolah anak anaknya Eva dan  suami memutuskan berkumpul serumah lagi ketika liburan sekolah nanti. "Anehnya aku telepon, dia tidak mau bicara". Mata Eva tampak berkaca kaca. "Dia pasti kangen sekali denganku".

Aku mengomentari dalam hati "Kamu pasti kangen juga". Aku sudah mendapat beberapa cerita. Seorang anak sakit bukan hanya karena dia kangen berat dengan orang tuanya tetapi juga karena orang tua sama kagennya.

"Aku sudah mengajukan cuti. Tetapi bossku bilang tunda dulu sampai audit selesai. Tetapi rencana cutiku itu kan setelah audit selesai". Kami berjalan beriringan di lorong kantor, sambil bercerita tentang rencana liburan setelah audit. "Kamu mau ke mana, Risa? Minggu ke dua Maret ada libur di tengah minggu".

"Aku belum punya rencana. Itu pas hari gerhana bukan?" Aku tak berniat memburu gerhana ke Belitung atau tempat lain yang terkena efek gelap. "Di rumah saja". Aku akhirnya menyimpulkan.

"Maksudku, kalau bossku sdh setuju dengan cutiku, aku akan segera membeli tiket. Harganya masih wajar karena dibeli tidak dadakan". Benar juga argumen Eva.

Butuh sekitar empat hari bagi Eva untuk menunggu keputusan bossnya. Walau audit sudah selesai bossnya tetap ragu untuk menyetujui.  Selama hari hari penantian itu tampak olehku Eva lebih banyak diam. Dia sadar, walau pekerjaan besar sudah selesai, dirinya tak cukup berani untuk meminta bossnya mengambil keputusan lebih cepat. Dia ingat beberapa kalimat pedas bossnya  terkait pekerjaan. Dalam suasana gundah, Eva lebih memilih untuk diam.

"Hari ini Ferdi ulang tahun. Dia sudah mau bicara tadi". Eva mulai menampakkan senyum di wajahnya.

"He, he, dia minta apa?" Aku penasaran dengan Ferdi yang masih di kelas satu SD.

"Lego. Di mana aku bisa beli di Bandung ini?" Eva tampak langsung antusias. "Aku beli dulu lah Lego itu walau sampai sore ini belum ada kepastian cutiku".

Esok hari aku tak melihat Eva di mejanya. Biasanya dia adalah orang yang aku beri salam setiap pagi. Duduknya dekat pintu masuk ruang besar kami.  Aku melewati begitu saja meja Eva yang kosong. "Ke mana Eva. Beranikah dia bolos karena kangen dengan Ferdi?" Aku bertanya dalam hati. Kuletakkan tasku di meja. Ketika sedang membuka filing cabinetku, tiba tiba Lani stafku sudah berdiri di dekatku.

"Bu Risa sudah mendengar tentang Bu Eva?"

"Nggak bolos kan?" Aku tahu Eva bukan tipe itu.

"Anaknya, Ferdi meninggal tadi shubuh karena demam berdarah".

"Ha!!??" Aku terduduk lemas. "Innalillahi wa inna ilaihi rojiun".

"Bu Eva akhirnya berangkat ke Surabaya shubuh tadi pakai bis". Lani meneruskan. Hanya itu yang bisa dia sampaikan.

Aku termenung. Sudah beberapa hari ini Eva tampak muram, gara gara belum diperbolehkan cuti. Terlepas dari skenario Allah bahwa Eva tak bertemu anaknya di saat saat terakhir, aku mempertanyakan penundaan cuti oleh boss Eva.

Bandung, 09 03 2016
Lisa Tinaria

No comments:

Post a Comment