Saturday, November 11, 2017

LAUTAN

Kalau tak lupa, aku selalu meminta window seat di pesawat. Apa lagi yang kucari kalau bukan hutan hijau belantara, gunung dan pebukitan, serta lautan.

Aku memanjangkan leherku ke jendela pesawat. Ini perjalan terpanjang melintas lautan dari Jayapura ke Makasar. Hampir tiga jam. Lepas landas, yang tersaji pertama adalah hutan lebat pekat. Aku berpikir nakal, apakah hutan itu sejaman dengan hutan pada film Jurasic Park?  Cukup lama aku rasa hingga pesawat melewati Kepala Burung, lepas dari daratan Papua. Sekarang lautan tak bertepi. Aku agak bergidik melihat sulitnya membedakan mana batas langit dan air.

Warna warni, itulah perhatian utamaku. Nun di sana, warna putih mengarah biru pucat, tampak mendominasi. Aku pikir itulah kaki langit, horizon. Tetapi entahlah. Ditingkah matahari menjelang ashar, tampak sinar keperakan memantul dari permukaan air. Sejalan dengan berubahnya sudut pesawat terhadap datangnya sinar matahari, pantulan perak tadi hilang berganti warna biru, seluas mata memandang.

Pesawat terus melaju. Warna baru muncul. Hijau toska. Aku perhatikan perbedaan warna disebabkan oleh perbedaan kedalaman laut. Lihat, ada sebuah pulau kecil! Di tengah pulau, lagi lagi hutan hijau. Di sekeliling pulau aku bisa melihat pohon kelapa. Pulau itu bertepi landai sehingga daratan kecil itu seperti diberi garis putih oleh Penciptanya. Barulah setelah itu air jernih berwarna hijau toska yang terang. Cahaya matahari yang benderang menampakkan dengan jelas dasar yang dangkal. Semakin ke tengah, warna hijau itu semakin pekat. Akhirnya warna biru di segala penjuru. Apakah itu palung laut, yang konon kedalamannya ribuan meter?

Aku tak henti memperhatikan pemandangan di luar jendela. Tambah lagi langit bersih tak berawan. Benar benar perjalanan yang memuaskan mata. Masih laut, di bawah sana. Sekarang pesawat melewati beberapa pulau kecil dalam sebuah gugusan. Warnanya masih tetap sama hanya bedanya sekarang bulatan bulatan di atas air itu tampak di mataku seperti untaian. Berjejer memanjang, membentuk  kalung? Tidak salah kalau negeriku yang sangat indah ini disebut Jamrud Khatulistiwa.

Bandung, 25 Okt 2015
Lisa Tinaria

No comments:

Post a Comment