Sunday, November 12, 2017

TANDA TANGAN (versi koreksi)

Apakah secara hukum, cap jempol bisa menggantikan tanda tangan? Sudah sejak pertama bekerja pertanyaan itu bergelantung di kepala Roro. Yang melatarbelakanginya adalah peristiwa sederhana di sebuah kantor pos tempatnya bekerja.

"Bu Roro, orang itu tidak bisa tanda tangan" Anin staf Roro sekarang duduk menghadap Roro. "Katanya tidak bisa nulis. Bagaimana Bu?"

Anin adalah pegawai baru yang baru bekerja dua bulan dan Roro adalah supervisor culun yang berada dalam tahun pertama bekerja. Belum pernah sebelumnya  Roro membaca SOP tentang tidak mampunya seseorang membubuhkan tanda tangan.

"Menghadap Ibu saja ya". Anin seperti memohon bantuan Roro. Antrian mengular di depan counter weselpos yang menjadi tanggung jawabnya.

"Ya, ke saya saja",  Roro akhirnya memutuskan. Ketika itu tugas customer service masih menyatu pada masing masing supervisor. Belum ada petugas khusus.

Seorang Bapak setengah umur duduk di depan Roro sekarang. Pakaiannya sederhana. Dia memakai sandal jepit. Di kepalanya bertengger topi pet dengan warna tak jelas, putih atau kuning.

Di tangan Roro sekarang ada blanko weselpos yang harus dtanda tangani olehnya, sebagai penerima uang.

"Bapak bisa tanda tangan di sini?" Roro menunjuk sebuah kotak di form weselpos tersebut.

"Tidak bisa Bu. Saya tidak bisa nulis". Wajahnya dihiasi senyum lugu. "Saya perlu uangnya Bu".

"Kalau Bapak coba, bagaimana?" Entah ide dari mana, Roro berusaha memotivasi si Bapak.

"Waduh, susah Bu" senyumnya tambah lebar, meunjukkan giginya yang ompong.

"Begini. Coba Bapak pegang pena ini". Roro menyodorkan sebuah pena. Sang calon penerima uang meletakkan tangannya di meja. Tangan itu berjari besar besar, dengan buku tangan yang menonjol. Kuku di tangan itu berwarna dasar kuning dan di ujung beberapa kuku tampak hitam.

"Bagaimana caranya Bu?" Bapak tersebut ternyata mau mencoba. Roro menolong menempatkan  pena di antara jari jarinya yang kaku.

"Coba Bapak coret di sini". Roro menyodorkan kertas bekas. Tergurat juga akhirnya sebuah lengkungan tak beraturan. Bagi Roro, itu bisa  disebut "tanda tangan". Dia kemudian meletakkan form weselpos di dekat tangan besar yang sedang memegang pena dengan erat. "Nah, sekarang tulis di kotak ini".

Roro memandang puas hasil karya tamunya. Mirip tulisan hasil karya keponakannya yang belum masuk TK. "Ya ini sudah ditandatangani. Bapak bisa balik ke loket untuk mengambil uang". Sang tamu membungkuk dengan senyum terima kasih yang lebar.

Bertahun tahun kemudian barulah Roro tahu bahwa cap jempol bisa menggantikan tanda tangan jika seseorang tidak bisa membubuhkan tanda tangan. Hal ini bisa terjadi karena buta huruf atau karena sakit, stroke misalnya. Sepanjang alasan ketidakmampuan itu dijelaskan pada dokumen, maka dokumen bercap jempol tetap sah.

Bandung, 20 03  2016
Lisa Tinaria

No comments:

Post a Comment