Sunday, November 12, 2017

KOPERASI

"Aku sudah menanyakan ke pengurus koperasi, berapa minimal seorang anggota menerima SHU. Misal dengan masa jadi anggota, satu tahun. Katanya, nilainya sekitar Rp 100.000". Temanku Ayang berhenti sebentar menyelesaikan kunyahannya. "Lalu kalau dapat THR berapa. Jawabnya, ya berupa hadiah, masing sekilo minyak goreng, sekilo tepung terigu, sekilo gula dan  sebotol sirup. Mendengar itu, aku jadi malas mau jadi anggota operasi".

Ayang baru sekitar tiga bulan bekerja di Kantor Pusat. Sebelumnya dia bekerja di Kantor Wilayah Medan. Salah satu perbedaan antara tempat kerjanya sebelumnya dan tempat kerjanya sekarang adalah soal koperasi.

"Koperasi di Kantor Wilayah Medan bisa memberikan SHU sekitar empat juta rupiah. Di tengah tahun ada pemberian disebut uang bantuan sekolah. Belum lagi hadiah lebaran dengan nilai sekitar Rp 500.000".

"Wah, makmur ya koperasi di sana" Aku tertarik juga dengan cerita Ayang. "Usahanya apa?"

"Yang utama simpan pinjam".

"Metode syariah?"

"Enggak, konvensional". Ayang kemudian melanjutkan. "Usaha lain adalah penjualan barang barang kebutuhan sehari hari, rumah tangga dan barang barang rumah tangga. Konsepnya begini. Umumnya para anggota ingin belanja secara kredit. Tetapi tidak semua anggota mau meng-apply kartu kredit. Tidak mau terlihat di BI checking. Itu alasan pertama.  Alasan kedua, bunga kartu kredit cukup tinggi,itupun untuk bank. Anggota koperasi akhirnya berinisiatif menyejahterakan koperasi mereka. Barang dibeli tunai oleh koperasi, kemudian dijual dengan angsuran ke anggota". Ayang berhenti sebentar.

"Barang apa saja yang sering dikredit anggota?"  Aku melihat bahwa bahwa praktik kredit barang ini bisa dikembangkan di koperasi Kantor Pusat.

"Membeli motor secara kredit pun bisa lewat koperasi. Kebanyakan memang barang elektronik. Uniknya, koperasi tidak men-stok barang itu. Koperasi menghubungi toko, kemudian toko langsung mengantar barang tersebut ke rumah anggota. Jadi koperasi belanja berdasarkan pesanan".

"Jadi sebenarnya, keuntungan yang besar itu dari bisnis mana? Pemberian pinjaman atau dagang?"

"Ya, dari simpan pinjam. Anggota bisa meminjam sampai 50 juta lho. Aku tanya ke koperasi Kantor Pusat, masa maksimal pinjaman hanya 10 juta?" Ayang tampak kurang puas. "Ah, malas lah jadi anggota. Kamu, Tyas,  kenapa koq tidak mendaftar sebagai anggota koperasi?" Setelah menjelaskan panjang lebar, Ayang akhirnya bertanya kepadaku.

"Aku tidak jadi anggota koperasi, bukan karena SHUnya kecil, tetapi karena mempertanyakan  bisnisnya. Aku setuju jika koperasi menjalankan bisnis dagang. Ada barang yang diperjualbelikan. Sesuai dengan konsep syariah. Tetapi kalau simpan pinjam? Aku masih ragu".

"Ah, bagiku yang penting SHUnya besar. Pertanda koperasi itu sejahtera".

Aku diam saja. Beda konsep, akan beda praktik.

Bandung, 01 04 3016
Lisa Tinaria

No comments:

Post a Comment