Sunday, November 12, 2017

ARISAN

"Berapa banyaknya setiap orang dapat uang arisan?". Sari menghentikan menghitung uang warna merah dan biru yang bersusun beberapa gepok di meja kerjanya. Dia mengangkat wajahnya, melihat ke Tinar, sambil tersenyum.

"Lima belas juta".

"Huiiiihh...Hebat. Berapa iuran sebulan?" Suara Tinar meninggi, takjub.

"Sejuta sebulan. Ada lima belas peserta". Sari kembali melanjutkan hitungannya. Tetapi sudah dipotong lagi oleh celotehan Tinar.

"Wah enak ya. Kalau ada keperluan, pas dapat giliran mengambil uang arisan".

"Ya, bahkan bisa dipakai untuk mendaftarkan anak masuk sekolah. Yang terdesak kebutuhan, bisa meminta duluan. Jadi semacam bank kecil kecilan tanpa bunga. Coba kalau meminjam ke koperasi, sudah kena bunga berapa?

"Hhmm", Tinar mengangguk angguk tanda setuju.

Dia ingat dengan arisan yang dia ikuti di kantor. Anggotanya teman teman angkatannya ketika masuk perusahaan tempatnya bekerja. Dua belas orang semuanya. Iurannya relatif kecil, hanya Rp 200.000. Jadi uang arisan ketika diambil, jumlahnya Rp 2.400.000.

"Tinar, tadi kami arisan. Sibuk ya sehingga gak bisa datang?" Ria, koordinator arisan mengirim pesan singkat.

"Utangku berapa?" Tinar sadar diri. Sudahlah tidak nongol di acara arisan, uang iurannya menunggak pula. " Nanti aku transfer ya..."

"Oke. Yang menang Atun". Biasanya tanpa diberitahu pun, Tinar akan tahu siapa yang mendapat undian arisan pada suatu putaran. Grup arisan itu memiliki grup di WA. Setiap kali seorang peserta mendapat arisan, penerima akan menyusun uang kertas merah menjadi seperti kipas, lalu memamerkannya sambil tersenyum lebar. Seorang teman lalu akan mengambil foto teman dengan kipas uang itu kemudian meng-uploadnya di grup WA.

 Begitulah Tinar dengan arisan teman angkatannya. Jumlahnya kecil, jarang dihadirinya jika ada acara kumpul kumpul dan menunggak pula menyetorkan iurannya. Berbeda sekali dengan arisan yang dikelola Sari.

Bandung, 14 04 2016
Lisa Tinaria

No comments:

Post a Comment