Friday, September 23, 2016

MAU JADI APA



Pertanyaan itu pertama kali kujawab ketika aku kelas 4  atau 5 SD. Jawabanku mantap ketika itu : jadi menteri. Entah menteri bidang apa. Pokoknya cita citaku itu kutuliskan dalam sebuah karangan.

Waktu berlalu melewati SD, SMP dan SMA. Cita citaku, seingatku tak terbentuk di kepalaku. Hanya aku ingat satu perisristiwa. Ketika akan diadakan penjurusan di akhir kelas 1 SMA, secara otomatis aku didaftarkan ke jurusan A1 karena nilaiku yang cukup untuk duduk di kelas eksakta. Dengan tenangnya aku minta pindah ke jurusan A3. Pikiranku ketika itu aku ingin jadi pengarang, penulis, sastrawan atau sejenisnya. Orang tuaku adem ayem saja dengan pilihanku itu.

 Dari sana baru aku sadar bahwa kecenderungan pada diriku mulai terbentuk. Ini dibuktikan dengan aku mendapat predikat juara mengarang, yang diselenggarakan  koran Suara Karya, ketika aku masuk kelas 1 SMA.  Tetapi sebenarnya mau jadi apa, aku tetap belum tahu sampai kelas tiga SMA.

Nah, lulus SMA, mulailah aku berpikir mau bekerja di bidang apa nanti. Pertanyaan itu mau tak mau harus kujwab karena aku harus mengisi formulir pendaftaran ke universitas. Dengan lugas kukatakan kepada Papa aku mau jadi penulis buku atau jadi psikolog. Papa langsung bersuara tinggi memberi penjelasan untuk mematahkan pendapatku.

"Ke fakultas sastra?" Papa mendelik padaku.

"Psikologi, apa itu", aku sudah tahu apa itu psikolog, Papa belum tahu.

"Sudahlah masuk akuntansi saja".

 Dasar Papa adalah "tukang buku". Beliau di samping memiliki ijazah sebagai orang Pos lulusan Akademi Pos, juga memiliki sertifikat bon A dan bon B. Jaman itu akuntan di Indonesia masih sedikit. Kekosongan pasar diisi oleh lulusan bon A dan bon B itu.

Jadilah diriku ini seorang akuntan dan bekerja, memang di dunia akuntansi dan keuangan. Kembali ke perjalanan hidupku soal "mau jadi apa", sungguh aku bersyukur. Profesiku sekarang bukan yang aku cita citakan tetapi merupakan bentukan dari Papa. Dalam peliknya pekerjaan "menghitung uang orang" (bukan uangku sendiri), aku mencintai pekerjaanku. Terlebih jika sudah berhubungan dengan mengutak atik SOP dan mengkaji bisnis proses milik divisi lain.

Keinginanku untuk menjadi penulis pun, menurutku sudah terpenuhi. Dengan cara bagaimana? Dengan cara belajar menulis dalam bahasa Inggris ketika aku mempersiapkan diri mengambil beasiswa untuk melanjutkan sekolah. Aku menikmati proses belajar yang keras ketika itu: menulis dalam bahasa Inggris setiap hari selama lebih kurang enam bulan. Sekarang aku dipertemukan dengan grup menulis. Tampaknya aku bagai ikan menemukan air.

Akhirnya, "mau jadi apa" pada dasarnya sebuah proses, bukan hasil akhir. Jalani, nikmati dan syukuri.

Terima kasih Allah.
Bandung, 26 Agustus 2015.
Lisa Tinaria

No comments:

Post a Comment